Cari Blog Ini

Kamis, 03 Desember 2009

"Jalan" mana yang benar?

Saya masih ingat, sekira 1 tahun yang lalu, di komunitas Yahoo Answer, ada pertanyaan dari salah seorang sahabat, pertanyaan yang mengundang banyak jawaban dan menjadi diskursus sahabat-sahabat lainnya. Baiknya pertanyaan tersebut saya kutipkan di sini :

“dengan begitu banyak denominasi dan agama, bagaimana saya dapat memutuskan yang mana yang benar dan yang mana yang tidak?”

Saat itu butuh waktu lama bagi saya untuk ikut sumbangsih pendapat (opini atau apapun sebutannya), yang tentunya pendapatku adalah pendapat pribadi yang subyektif. Hari ini saya baca kembali pendapat itu, dan………..pikiran saat ini rasa-rasanya masih sejalan dengan pendapat 1 taun lalu itu. Dengan agak malu saya kembali posting opini lalu itu :

Kebenaran absolut pastinya adalah kebenaran menurut persepsiNYA. Justifikasi kebenaran dari masing-masing kelompok yang berbeda, itu semua adalah klaim dan mungkin hanya bentuk kebenaran subyektif. Hemat saya, kebenaran absolut tidak untuk dimonopoli oleh satu kelompok tertentu, tetapi bisa diraih oleh masing-masing dari kita. Islam, Budha, Kristen, Hindu, NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, aliran kepercayaan, dan lain-lain, itu semua ibaratnya seperti "kendaraan (s)" yang menelusuri trayek berbeda (ada yg via sukabumi, via puncak, via purwakarta/cipularang), untuk menuju satu tujuan yg sama, yaitu Jakarta. Praksisnya, saya akan memahami, meyakini, dan mencoba berbuat apa yang agama saya ajarkan sebagai sebuah kebenaran, sembari saya pun menghormati dan memahami bahwa ada banyak luang kebenaran pada agama/ajaran yang lain, selama semua agama/ajaran tersebut -termasuk agama saya- memperlihatkan praktek2-praktek membumikan nilai-nilai universal, humanisme, kejujuran dan kebaikan, keberpihakan kepada kaum mustadafin, dan sejenis yg lainnya. Ekspetasi analogi saya, nun jauh di surga sana akan ada banyak kamar-kamar, dimana pintu kamar-kamar tersebut (akan) dimasuki oleh banyak orang dari RAS berbeda. Kamar A dihuni oleh saudara saya yg beridentitas kristen, kamar B oleh sahabat-sahabat dari Hindu, begitupun yg budha, islam, dan seterusnya. Wallahu alam...

Senin, 30 November 2009

Saleh formal ritual Vs Saleh sosial

Pada sebagian umat beragama, kadang terlihat kecenderungan untuk menampakan eksistensi dan kemuliaan agama melalui etalase-etalase formal dan ritual keagamaan. Maksud saya, sebagian orang tersebut disatu sisi lebih mengkonsetrasikan, mencurahkan waktu dan energi pada doktrin-doktrin formal dan ibadah ritual keagamaan sebagai bentuk pengamalan agama, bukti ketakwaan dan upaya memperkuat ketakwaannya kepada Tuhan, namun pada sisi yang lain kurang empatik untuk mempraktekan kebesaran nilai universal ajaran agama pada ranah sosial nyata dalam kehidupan masyarakat.

Tendensi ini bisa terlihat dalam beberapa hal, antara lain, dari adanya upaya dan tuntutan sekelompok orang untuk menjadikan agama tertentu sebagai dasar kehidupan bernegara, dominasi mindset fiqih klasik dalam proses pembelajaran agama, sampai hal terkecil seperti kecenderungan untuk mentransformasi budaya arab dalam setiap aktivitas peribadahan ritual.

Pada titik ini, agama akan menjadi tidak mampu memberikan yang terbaik bagi upaya penciptaan relasi sosial yang harmonis di kehidupan masyarakat. Sebaliknya agama hanya akan menjadi sarana penghambaan dan pemupukan ketakwaan artifisial yang nyata-nyata tidak ada relevansinya dengan upaya pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Ketika gaung agama, unsich ditunjukan dengan indikan-indikan formal dan ritual keagamaan, maka harapan membuminya nilai-nilai universal agama dalam dinamika kehidupan masyarakat, pastinya hanya akan terus menjadi mimpi.

Untuk itu, kiranya penting saat ini dilakukan adalah bagaimana umat beragama mampu menterjemahkan dan melakukan transformasi terhadap doktrin-doktrin formal dan ritual keagamaan kedalam ranah kesalehan sosial serta praksis nyata pertolongan dan pembelaan terhadap kaum mustadafin dan nilai-nilai kemanusiaan.

Ketika proses transformasi tersebut sempurna dilakukan, mungkin suatu saat nanti kita bisa melihat keagungan dan kemuliaan agama terpampang jelas melalui cermin besar kehidupan masyarakat yang saleh pada ranah sosial.